Followers

free counters Personal Blogs - BlogCatalog Blog Directory Health Blogs - Blog Rankings

Apakah Anda :

Kisah Ayam Broiler

Posted by Me.. Tuesday, October 27, 2009

Jika Anda pernah hidup di alam bebas, Anda akan melihat seekor induk ayam berkeliaran di kebun dengan anak-anaknya, mengais-ngais tanah dan menunjukkan kepada anak-anaknya bagaimana mencari makanan sehari-hari. Anda juga akan melihat bagaimana induk ayam menggali lubang di suatu sudut untuk meletakkan telur-telurnya.


Betapa bahagia induk ayam yang bebas berkeliaran disertai dengan anak-anak ayam yang beruntung dapat bermain-bermain sepanjang hari. Saya juga seekor anak ayam, tapi saya tak beruntung. Saya bukan anak ayam yang datang ke dunia ini melalui cara alami. Saya dilahirkan dalam apa yang biasa disebut dengan peternakan. Sebuah peternakan yang meliputi ratusan kandang kawat dimana ayam-ayam dalam jumlah besar dipenjara. Peternakan itu milik seorang pengusaha besar. Keinginan dia satu-satunya adalah membesarkan ribuan anak ayam seperti saya, membuat kami gemuk secepat mungkin dan semurah mungkin, menjagal kami tanpa belas kasihan dan meraih laba besar dengan menjual daging kami.

Mungkin Anda juga mempunyai kebiasaan makan daging ayam, menganggapnya sebagai hidangan yang nikmat. Mohon Anda jangan berpikir bahwa daging ayam adalah makanan yang tidak diperoleh dengan cara kekerasan. Daging ayam adalah produk kekejaman yang menekan kebebasan kami dan kehidupan kami yang sangat kami sayangi seperti Anda juga menyayangi kehidupan Anda.

ImageAnugrah terbesar dari setiap makhluk hidup adalah mendapatkan perlindungan yang hangat yang disediakan ibunya pada masa kanak-kanaknya. Tapi saya bahkan tidak memperoleh kesempatan melihat ibu saya - bahkan sejak hari pertama saya keluar dari kulit telur saya. Seorang karyawan akan memisahkan semua anak ayam jantan yang lahir pada hari itu dengan sebuah mesin.

Kami (anak ayam jantan) disebut "day-old-chicks" dan dimaksudkan untuk dibesarkan sebagai "broiler". Kami berlimapuluh dimasukkan dalam sebuah kandang yang berukuran panjang empat kaki dan lebar tiga kaki. Hal itu berarti ruang yang kami tempati bersepuluh tak lebih dari satu halaman kertas koran. Kami menghabiskan dua minggu pertama kehidupan kami dengan kaku kejang dalam ruang yang sangat kecil ini. Kami diberi vitamin, antibiotik dan makanan khusus yang membuat kami tumbuh dengan cepat. Tak ada penghiburan kepada kami selain membuat kami tumbuh terlalu berat bagi kedua kaki kami dan kami tak punya ruang untuk bergerak.

Mereka ingin kami tumbuh gemuk - yang tak akan terjadi kalau kami terlalu banyak bergerak. Sekitar hari kesepuluh dari kehidupan kami, kami tumbuh terlalu besar untuk kandang dimana kami dikurung. Jadi kami dipindahkan ke kandang lain yang dua kali lebih besar dari kandang pertama.

Hal ini tidak memperbaiki keadaaan karena kami juga telah tumbuh dua kali lebih besar. Kami terus dibuat gemuk dengan cara yang sama dan dua minggu kemudian kandang baru kami menjadi terlalu kecil bagi kami. Jadi kami dipindahkan ke sebuah kandang baru yang dua kali lebih besar dari kandang kedua. Sama seperti sebelumnya, kandang ini tidak memberikan kebebasan bergerak kepada kami. Dikurung dalam kandang kawat, kami tak pernah mendapatkan kesempatan untuk menginjak permukaan tanah, mengais-ngais dan menemukan makanan kami.

Ayam yang normal suka mandi-debu. Kami tak pernah mendapat debu dalam penjara kami, bahkan tak ada seutas jerami pun untuk berbaring dengan nyaman. Kami harus tinggal terkurung dalam sebuah tempat sepanjang hidup. Hal ini menimbulkan stress berat kepada kami sehingga kami sering mematuk satu sama lain karena merasa jemu. Untuk menghentikan hal ini pekerja peternakan memotong ujung paruh kami. Mereka memotong ujung paruh kami dengan pisau yang dipanaskan atau peralatan mekanis lainnya.

Selama berminggu-minggu kami menderita kesakitan yang amat sangat akibat hal ini. Kandang kami dibuat bertingkat. Ketika ayam di kandang atas berak, maka tinjanya jatuh menimpa sayap kami. Sengatan gas amonia yang ditimbulkan dari tinja di bawah kami sangat menyiksa mata kami.

Beberapa dari kami menjadi buta karena kondisi ini. Kehidupan kami di dalam kandang terakhir ini terus berlangsung seperti itu selama tiga atau empat minggu. Saat kami mencapai usia enam minggu, berat kami sekitar satu tiga perempat kilo. Saya tahu nasib apa yang menimpa saudara-saudara saya ketika mencapai berat ini. Mereka akan dibunuh dengan diiris lehernya atau dipatahkan tulang lehernya. Segera setelah itu, mereka akan dilempar ke dalam air mendidih agar bulu-bulu mereka dapat dilepaskan dengan mudah.

Dalam dua atau tiga hari lagi, saya akan menderita nasib yang sama. Perlakuan yang diberikan kepada ibu saya, yang tak pernah saya lihat, tak berbeda jauh. Karena dia tak harus tumbuh secepat ayam broiler, dan karena pemilik peternakan ingin dia menghasilkan telur sebanyak mungkin selama periode tertentu, makanan yang diberikan kepadanya berbeda dengan kami. Untuk membuat dia bertelur secara terus menerus (yang mana induk ayam normal tak dapat melakukannya), maka dia diberi semua kondisi yang tidak alami. Dia diperbolehkan hidup selama satu setengah tahun. Selama periode ini, dia bertelur tiga kali lebih banyak daripada induk ayam normal yang bebas berkeliaran.

Dalam sudut pandang pemilik peternakan, hidup produktif dari ayam petelur telah habis bila mereka telah mencapai umur satu setengah tahun. Karena itu mereka juga menemui nasib yang sama dengan kami. Setelah kami mengalami penderitaan terakhir, barulah Anda dapat membeli mayat kami, yang dengan rapi dibungkus sebagai "ayam broiler", dari lemari pendingin dari toko di kota atau desa Anda. Mayat ibu saya juga akan tersedia untuk Anda beli sebagai "ayam curry".

Selama Anda membeli mayat kami, peternakan akan terus memelihara lebih banyak dan lebih banyak lagi makhluk tak berdaya seperti kami, memaksa mereka menuju sebuah kehidupan yang penuh dengan penderitaan dan akhirnya menjagal mereka dengan kejam demi konsumsi Anda dan laba peternak. Jika Anda pemakan ayam, Anda mungkin tidak sadar bahwa Anda juga bekerjasama dengan peternak dalam bisnis yang kejam ini.



Sumber : Prof. Mahinda Palihawadana untuk Sri Langka Vegetarian Society

0 comments

Vegetarian

Categories

Blog Archive

detiknews

All About Vegetarian

DWK Blog

DWK News

Get more followers Get more followers